Selasa, 27 Oktober 2020

Malabiq dalam Pendidikan di Mandar

 


1.    Menurut konsep pemikiran KHD bahwa pendidikan adalah tempat persemaian benih-benih dalam masyarakat. Benih yang dimaksud adalah anak. Sehingga pendidik diharapkan mampu ‘menuntun’ tumbuh atau hidup seorang anak dengan memaksimalkan seluruh kekuatan kodrat yang ada padanya. Pendidik yang mampu mengolah cipta, rasa, karsa dan raga seorang anak secara seimbang tentu akan berujung pada terbentuknya pribadi-pribadi yang bijaksana serta berbudi pekerti luhur.

Jika pemikiran ini direlevansikan dengan konsep budaya daerah, maka akan didapatkan banyak nilai-nilai luhur yang selaras, seperti budaya Tabe’, Siasayanggi, Siwali parri, Sipakatau, dsb.  Jika dirangkum dalam satu kata baik, maka kata ‘MALAQBIQ’ sekiranya dapat menjadi cerminan dari keseluruhan karakter baik tersebut.

Malaqbi adalah merupakan sebuah kata yang memiliki makna mulia serta bermartabat yang menggambarkan harkat dan kedudukan yang tinggi dan merupakan nilai kearifan lokal yang dijunjung oleh masyarakat Sulawesi Barat pada umumnya dan Polewali Mandar pada khususnya. unsur budaya mandar yang coba kami angkat dalam kali ini adalah “Malaqbi” (Karakter yang baik), malaqbi oleh orang mandar dikelompokkan menjadi 3 bagian yaitu: Malaqbi Pau (Baik dalam bertutur kata, Tutur kata yang sopan dan santun), Malaqbi Gau (Baik dalam bersikap, Hal-hal baik yang terdapat dalam setiap diri), dan Malaqbi Kedzo (Baik dalam bertingkah laku, Perilaku/perbuatan baik dalam merespon hal-hal yang terjadi di sekitarnya).

2.      Budaya Malaqbi tidak hanya berlaku dalam lingkungan masyarakat daerah, tetapi dapat diterapkan secara khusus dalam konteks lingkungan sekolah atau kelas. Setiap nilai utama dalam Malaqbi tercermin dalam visi misi sekolah yang dapat kita lihat dari penerapan karakter baik dalam setiap kegiatan yang dilakukan di sekolah. Contoh konkrit:

-            (Malaqbi Pau), Peserta didik diajarkan, membiasakan menggunakan kata tabe’, tidak memotong pembicaraan seenaknya, atau saling mengucapkan salam saat bertemu, setiap orang dalam bertutur kata harus dengan etika dan adab tertentu, tidak menyama ratakan dalam bertutur kata dengan  siapa saja, misalnya cara bertutur kata dengan orang yang lebih tua dari kita akan berbeda dengan cara  bertutur kata dengan orang yang sebaya dengan kita, begitu pula  dengan  cara bertutur kata dengan orang yang lebih muda  dari kita. Contoh : melarang siswa agar tidak membiasakan berbicara  atau memanggil kepada orang yang lebih tua seperti  guru, kepsek, staf, caraka dan satpam sekolah dengan kata “ i’o puang” yang  artinya “kamu pak/ibu”, tapi menggantinya dengan kata “ita puang” yang artinya “kita pak/ibu”. Selain itu juga seorang guru ketika memanggil  murid atau peserta didiknya “O ‘Ka’be” yang  artinya “Hai anakku” sehingga siswa kita merasa disayang serta dekat dengan sang guru, begitu juga dengan yang adik memangil ke kakaknya dengan panggilan “o’kaka” = Hai  Kakak, seorang kakak memanggil ke adiknya dengan panggilan “o’kandi” yang artinya “Hai adik”  selain itu tidak berbicara ketika seseorang berbicara utamanya saat orang yang lebih tua berbicara serta tidak memotong pembicaraan seseorang saat berbicara

-           (Malaqbi Gau), Mampu bertoleransi, memotivasi dan taat pada aturan yang berlaku maksudnya orang harus menjaga sikapnya dalam menjalani setiap aktivitas dalam kehidupannya sehingga orang sekeliling kita merasakan manfaat dari sikap kita yang baik, dengan tidak menonjolkan sikap yang buruk yang nantinya dapat ditiru oleh siswa kita selaku generasi muda, pelanjut dan  pemimpin masa depan kita nanti.

-                           (Malaqbi Kedzo), Menjaga perilaku santun seperti tidak melakukan bully atau perbuatan kasar terhadap sesama, maksudnya bahwa dalam bertingkah laku dalam kehidupan harus mencerminkan kearifan budaya lokal daerah itu sendiri yang menjadi aset budaya  nasional kita  serta  diselaraskan dengan ajaran agama, sehingga segala tingkah laku kita bisa diterima di masyarakat dan dapat dijadikan teladan buat orang lain terutama kepada generasi muda milenial kita yang sudah dimasuki oleh peradaban asing  yang bersifat global yang sewaktu-waktu bisa menyerat mereka bertingkah laku yang melanggar budaya dan agama yang kita anut. Adapula mengatur cara, adab dan sikap dan tingkah laku dalam bergaul dalam lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat mulai dari cara duduk, biasanya dengan duduk bersila, membungkukkan badan ketika lewat dikerumunan orang sambil mengucap permisi mau lewat, saling memberi salam saat bertemu, membudayakan bersalaman saat masuk atau keluar dari kelas maupun sekolah,  bersikap jujur  misalnya dengan kantin jujur, rajin belajar, rajin kerja tugas, disiplin dalam belajar dan hadir di sekolah, dan lain-lain sehingga nantinya akan tercipta suatu keharmonisan dalam lingkungan kelas  terutama pada lingkungan  sekolah.

3.      Namun, dalam penerapan budaya baik ini tentu akan berhadapan dengan banyak tantangan. Tantangan globalisasi yang terus berkembang pesat semakin mengikis penerapan Malaqbiq itu sendiri. Termasuk salah satunya adalah masih kurangnya role model di lingkungan sekolah yang mampu menginspirasi, pun tata tertib yang masih terkesan sekadar kertas/papan terpampang, tetapi kurang aksi. dan adapun anak didik kita telah memasuki zaman milenial sehingga cara berbicara, bersikap dan bertingkah laku sudah terkontaminasi dengan budaya luhur bangsa ini. tugas utama yang harus dibenahi adalah bagaimana mempertahankan, melestarikan, menjaga, serta mewarisi budaya lokal dengan sebaik-baiknya agar dapat memperkokoh budaya bangsa.

Salah satu solusi terbaik yang diharapkan adalah meningkatkan kesadaran sedini mungkin yang tentu dimulai dari pendidik itu sendiri sebagai contoh dan penuntun bagi peserta didik kearah lebih baik. dan yang paling terpenting ialah memulai dari lingkungan keluarga dulu diajarkan bagaimana cara bertutur kata yang baik, di sekolah dibiasakan lagi untuk tetap bertutur kata yang baik pula, kalau di rumahnya anak didiknya tidak pernah mengajii bagi yang muslim maka di sekolah diadakan mengaji bersama, selain itu juga jika di rumahnya tidak pernah shalat maka di sekolah di adakan kegiatan shalat jama’ah bersama, di rumah tidak dibiasakan salam dan salaman dengan orang tua, maka di sekolah sebelum masuk/pulang sekolah selalu salaman dengan bapak/ibu gurunya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar